Analisis Perencanaan Pendidikan

ANALISIS PERENCANAAN PENDIDIKAN
A.    Pengertian Perencanaan
Ada berbagai macam pengertian perencanaan. Perencanaan mempunyai arti penting dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam usaha pencapaian tujuan. Perencanaan merupakan kegiatan awal dalam setiap tindakan yang akan dilaksanakan, apakah perencanaan itu tertulis, atau hanya dalam bentuk pemikiran-pemikiran saja. (Anwar, 1986: 73)
Ada beberapa definisi yang dikemukakan mengenai istilah perencanaan. Pengertian tersebut akan dikemukakan untuk mendapatkan suatu gambaran tentang pengertian perencanaan secara lebih jelas.
1.      Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan, serta sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. (Kauffman dalam Fattah, 2013: 49)
2.      “Planning is determining in advance the objectives to be accom plished and the means by which these objectives are to be attained” (Perencanaan adalah penentuan dalam mana kemajuan pencapaian tujuan-tujuan itu diperoleh dan merupakan alat dalam pencapaian tujuan-tujuan). (Robbins dalam Anwar, 1986: 74)
3.      “Planning includes the establishment of goals and objectives and the determination of activities and resource needed to achieve these objectives.” (Perencanaan mencakup penetapan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran dan penentuan kegiatan-kegiatan dan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam pencapaian sasaran-sasaran tersebut). (French dalam Anwar, 1986: 74)
Dari beberapa definisi perencanaan diatas, pada dasarnya kegiatan-kegiatan yang direncanakan hendaknya merupakan penjabaran dari tujuan yang akan dicapai. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengatur berbagai sumber daya agar hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan.
Merencanakan pada dasarnya adalah menentukan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa depan. Perencanaan merupakan tindakan menetapkan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakan, apa yang harus dikerjakan dan siapa yang mengerjakan. Perencanaan sering juga menjadi jembatan yang menghubungkan kesenjangan atau jurang antara keadaan masa kini dan keadaan yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang. (Depdikbud, 1983/1984: 18) Meskipun keadaan masa depan yang tepat itu sulit diperkirakan, karena banyak faktor di luar pengusaan manusia yang berpengaruh pada rencana. Tetapi, tanpa perencanaan kita akan menyerahkan keadaan pada masa yang akan datang itu kepada kebetulan-kebetulan. Untuk itu perencanaan membutuhkan data dan informasi agar keputusan yang diambil tidak lepas kaitannya dengan masalah yang dihadapi pada masa yang akan datang. Perencanaan yang baik hendaknya memperhatikan sifat-sifat kondisi yang akan datang, dimana keputusan dan tindakan efektif dilaksanakan.
Menurut Fattah (2013: 49) bahwa dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya dalam proses perencanaan. Ketiga kegiatan tersebut adalah:
1.      Perumusan tujuan yang akan dicapai.
2.      Pemilihan program untuk mencapai tujuan itu
3.      Identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.

B.     Pengertian Pendidikan
Menurut UU RI No 20 tahun 2003 tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional  Pasal 1 ayat 1 bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta  keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.” Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan  kebijaksanaan..

C.    Pengertian Perencanaan Pendidikan
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1983/1984: 2) bahwa perencanaan pendidikan dilihat dari terminologinya, terdiri dari dua kata yaitu perencanaan dan pendidikan. Perencanaan berasal dari kata rencana, yaitu suatu proyeksi tentang apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sahih (valid) dan bernilai. 
Sedangkan menurut http://tkampus.blogspot.com (online) definisi Perencanaan Pendidikan dari berbagai pendapat atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar manajemen, antara lain:
a. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch
Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternatif keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, social, budaya serta menyeluruh suatu negara.
b. Menurut Beeby, C.E.
Perencanaan Pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan potensi sstem pendidikan nasional memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.
c. Menurut Guruge (1972)
Perencanaan Pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.
d. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975)
Perencanaan Pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.
e. Menurut Coombs (1982)
Perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.
f. Menurut Y. Dror (1975)
Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan sosial secara menyeluruh dari suatu negara.
Jadi, kesimpulan definisi perencanaan pendidikan dari beberapa pendapat tersebut adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.

D.    Pengertian Analisis Perencanaan Pendidikan
Menurut http://wikipedia.org (online) menerangkan bahwa analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. Namun, dalam perkembangannya, penggunaan kata analisa atau analisis mendapat sorotan dari kalangan akademisis, terutama kalangan ahli bahasa. Penggunaan yang seharusnya adalah kata analisis. Hal ini karena kata analisis merupakan kata serapan dari bahasa asing (inggris) yaitu analisys. Dari akhiran -isys bila diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi -isis. Jadi sudah seharusnya untuk meluruskan penggunaan setiap bahasa agar tercipta praktek kebahasaan yang baik dan benar demi tatanan bangsa Indoesia yang semakin baik.
Analisis adalah proses meneliti, membandingkan, atau mengolah kembali informasi untuk mendapatkan informasi lanjutan yang lebih tepat untuk keperluan perencanaan pendidikan. Dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari hasil pengolahan data dengan informasi sebagai suatu standart yang sudah ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah atau peraturan perundang-undangan. (Matin, 2013: 96)
Sedangkan menurut definisi beberapa ahli dalam http://fatih-io.biz (online) adalah sebagai berikut:
a.   Kamus Besar Bahasa Indonesia
1.      Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya.
2.      Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yg tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
3.      Penyelidikan kimia dengan menguraikan sesuatu untuk mengetahui zat bagiannya.
4.      Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya.
5.      Pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya.
b.   Anne Gregory
Analisis adalah langkah pertama dari proses perencanaan.
c.    Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Julianty
Analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

d.   Syahrul dan Mohammad Afdi Nizar
Analisis berarti melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul
e.    Wiradi
Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir maknanya.
f.    Komaruddin
Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu.
Jadi, dari berbagai definisi diatas yang dimaksud dengan analisis perencanaan pendidikan adalah kegiatan berfikir atau aktivitas untuk mengkaji, mengurai, membedakan, memilah, menelaah, menyelidiki, menjabarkan berbagai masalah yang berkaitan dengan perencanaan dalam pendidikan.
Dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari hasil pengolahan data dengan informasi sebagai suatu standar yang sudah ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah atau peraturan perundang-undangan lainnya. (Matin, 2013: 96)

E.  Langkah-Langkah Perencanaan Pendidikan
            Menurut https://ahmadsaefudinalghosyeh.wordpress.com secara garis besar, langkah-langkah perencanaan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yakni perencanaan strategi dan perencanaan operasional pendidikan. Perencanaan strategi menyangkut penetapan kebijaksanaan yang diambil dalam soal pendidikan, pendekatan yang dipakai, serta tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Sedangkan perencanaan oprasional berkaitan dengan penetapan alternatif upaya yang dipakai untuk merealisasikan perencanaan stertegi dan tujuan perencanaan tersebut dalam bentuk metode, prosedur dan koordinasi.. Perencanaan strategi disebut oleh Cunningham sebagai “Doing the right things”, sedangkan perencanaan oprasional disebut sebagai “doing things right”. Jadi dalam perencanaan strategi yang direncanakan adalah bagaimana melakukan sesuatu yang benar, sementara dalam perencanaan oprasional yang direncanakan adalah bagaimana mengerjakan sesuatu itu secara benar.
Langkah-langkah perencanaan pendidikan secara rinci mempunyai banyak versi sesuai dengan pendapat tokoh-tokoh yang mengemukakannya. Salah satu diantaranya dikemukakan oleh Edgar L. Morphet dalam bukunya “Planning And Providing For Excellence In Education” yang dimuat pada internet dalam https://ahmadsaefudinalghosyeh.wordpress.com, yang mengatakan bahwa prosedur yang harus diperhatikan dalam perencanaan pendidikan adalah:
1) Mengumpulkan informasi dan analisis data;
2) Mengidentifikasi kebutuhan;
3) Mengidentifikasi tujuan dan prioritas;
4) Membentuk alternatif penyelesaian;
5) Mengimplementasi, menilai dan memodifikasi.
Sedangkan yang dikemukakan menurut Depdikbud (1982) dalam https://ahmadsaefudinalghosyeh.wordpress.com, langkah-langkah yang ditempuh dalam proses penyususnan perencanaan pendidikan yaitu:
1.      Pengumpulan dan pengolahan data, perkembangan pendidikan pada masa sekarang sangat perlu diketahui dan dipahami secara jelas oleh perencana pendidikan karena gambaran keadaan itu akan dijadikan dasar untuk penyusunan perencanaan pendidikan. Langkah pertama mengidentifikasi jenis data yang diperlukan. Jenis data yang dikumpulkan  berkenaan dengan sistem pendidikan, baik data kuantitatif, data sarana dan prasarana , keadaan penduduk, geografi dan lapangan kerja.
2.      Diagnosis, data yang sudah terkumpul harus dianalisis dan didiagnosis. Menganalisis data merupakan proses untuk menghasilkan suatu informasi. Mendiagnosis keadaan pendidikan dapat dilakukan melalui penelitian dengan jalan meninjau segala usaha dan hasil pendidikan, termasuk mengkaji rencana yang sudah disusun tetapi belum dilaksanakan. Dalam mendiagnosis keadaan pendidikan dipergunakan kriteria-kriteria seperti relevansi, efektifitas dan efesiensi.
3.      Perumusan kebijakan, merupakan suatu pembatasan gerak tentang apa-apa yang akan dijadikan keputusan oleh orang lain. Suatu kebijakan di bidang pendidikan dirumuskan secara melembaga oleh pemerintah dengan melibatkan instansi-instansi terkait. Biasanya kebijakan pendidikan sudah dituangkan dalam repelita. Para perencana pendidikan tetap memegang peranan penting terutama dalam memberikan nasehat teknis dalam perumusan kebijakan.
4.      Perkiraan kebutuhan masa depan, perencanaan pendidikan harus mampu memperkirakan kebutuhan masa depan, sehingga rencana yang lengkap dapat disusun.
5.      Perhitungan biaya, menghitung untuk semua kebutuhan yang sudah diidentifukasikan di masa datang. Perhitungan biaya dilakukan dengan menggunakan satuan biaya atau standardisasi harga yang berlaku untuk setiap kelompok kebutuhan dengan memperhatikan fluktuasi harga.
6.      Penetapan sasaran, para perencana pendidikan meneliti sasaran-sasaran pendidikan untuk masa yang akan datang. Dari sasaran itu ditetapkanlah dana untuk masing-masing tingkatan sekolah.
7.      Perumusan rencana, perencanaan yang disusun pada dasarnya ditujukan untuk, mnyajikan serangkaian rancangan keputusan untuk disetujui dan menyediakan pola secara matang.
8.      Perincian rencana, rencana yang telah dirumuskan dilakukan dengan cara, yaitu penyusunan program dan identifikasi serta perumusan proyek. Penusunan program adalah membagi-bagikan rencana kedalam kelompok kegiatan. Setiap kegiatan dalam kelompok ini harus saling menunjang, dan meuju tujuan yang sama.
9.      Implementasi rencana, fase ini sudah sampai pada pelaksanaan rencana yang disusun. Implementasi ini mulai dilakukan apabila masing-amasing proyek yang diusulkan sudah disahkan. Oleh karena itu kerangka organisasi untuk berbagai proyek dikembangkan berdasarkan biaya tahunan. Disamping itu dikembangkan rencana operasionalnya sepefrti pendelegasian wewenang, penugasan tanggungjawab, pengadaan mekanisme umpan balik dan pengawasannya.
10.  Evaluasi rencana, dapat dikatakan sebagai kegiatan akhir dari proses perencanaan sebelum revisi dilakukan. Penilaian berkaitan dengan kemajuan/perkembangan dan penemuan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan suatu rencana. Penilaian yang dilakukan juga bermanfaat untuk melihat rangkaian kegiatan dalam proses perencanaan.
11.  Revisi rencana, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi rencana. Revisi bertujuan untuk memperbaiki, melengkapi atau menyempurnakan rencana yang akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu (rencana yang sudah dilaksanakan)      

F.     Metode Analisis Perencanaan Pendidikan
Secara ideal, setiap tugas ditentukan aat dan metodenya sendiri-sendiri. (Pidarta, 1988: 102). Ada banyak metode yang digunakan dalam perencanaan, akan tetapi yang biasa dipakai dalam perencanaan pendidikan adalah yang ditemukan oleh Augus W. Smith dalam https://mpiuika.wordpress.com (online) menyebutkan ada 8 metode perencanaan pendidikan, yaitu:
1.      Metode mean-ways-end analysis (analisis mengenai alat-cara-tujuan)
Metode ini digunakan untuk meneliti sumber-sumber dan alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Tiga hal yang perlu dianalisis dalam metode ini, yaitu:
a.       Means yang berkaitan dengan sumber-sumber yang diperlukan.
b.      Ways yang berhubungan dengan cara dan alternatif tindakan yang dirumuskan serta yang akan dipilih.
c.       Ends yang berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Ketiga aspek tersebut ditelaah dan dikaji secara timbal balik.
Menurut http://gadogadozaman.blogspot.com bahwa metode  ini dipakai untuk meneliti sumber-sumber dan beberapa alternatif pelaksanaan program untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai penyusun perencanaan pendidikan yang menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
a.       Melakukan analisis tentang sumber daya yang ada, baik sumber daya internal atau eksternal yang dimiliki.
b.      Melakukan analisis tentang beberapa metode (cara) atau strategi yang dapat dilakukan dalam proses pelaksanaan program yang telah dirancang, agar efektif dalam pencapaian tujuan.
c.       Melakukan analisis tentang tujuan jangka pendek, menengah dan tujuan jangka panjang secara integral dan berkesinambungan.
2.      Metode input-output analysis (Analisis Masukan dan Keluaran)
Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengkajian terhadap interelasi dan interdependensi berbagai komponen masukan dan keluaran dari suatu system. Metode ini dapat digunakan untuk menilai alternatif dalam proses transformasi.
Menurut http://gadogadozaman.blogspot.com (online) bahwa metode ini digunakan untuk menganalisis beberapa faktor input pendidikan, proses pendidikan dan output pendidikan. Sebagai penyusun perencanaan pendidikan yang menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
a.       Melakukan Analisis Tentang Faktor-Faktor Input Pendidikan
Misalnya: (a) analisis memiliki kebijakan mutu sekolah; (b) analisis sumber daya tersedia dan siap; (c) analisis tentang harapan prestasi yang tinggi; (d) analisis terhadap pelanggan (khususnya pada peserta didik yang masuk);  dan (e) analisis manajemen MBS   (Dirjen Dikdasmen, 2006; Bafadal, I. 2003 dalam http://gadogadozaman.blogspot.com);


b.      Melakukan Analisis Tentang Proses Layanan Pendidikan
Misalnya: (a) analisis efektivitas proses belajar mengajar; (b) analisis kepemimpinan sekolah yang demokratis; (c) analisis pengelolaan SDM dan keuangan yang efektif, transparan dan akuntabel; (d) analisis sekolah berbudaya mutu; (e) analisis sekolah yang memiliki teamwork yang kompak, cerdas, visioner dan dinamik; (f) analisis kemandirin dalam pengelolaan sumber daya sekolah; dan sebagainya.
(Dirjen Dikdasmen, 2006 http://gadogadozaman.blogspot.com).
c.       Melakukan Analisis Output Pendidikan
Misalnya: (a) analisis kualitas karya sekolah; (b) analisis produktivitas warga sekolah; (c) analisis lulusan dengan kebutuhan masyarakat; dan sebagainya.
3.      Metode econometric analysis (analisa ekonometrik)
Metode ini menggunakan data empirik, teori ekonomi dan statistika dalam mengukur perubahan dalam kaitan dengan ekonomi. Metode ekonometrik mengembangkan persamaan-persamaan yang menggambarkan hubungan ketergantungan di antara variabel-variabel yang ada dalam suatu system.
Menurut http://gadogadozaman.blogspot.com bahwa metode ini memakai data empirik, statistik, kuantitatif dan teori ekonomi dalam mengukur perubahan untuk hubungannya dengan ekonomi. Metode ini lebih dekat dengan pendekatan perencanaan pendidikan model untung rugi atau keefektifan biaya. Sebagai penyusun perencanaan pendidikan yang menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
a)      Melakukan analisis secara empirik atau kuantitatif tentang sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh lembaga, yang berpotensi untuk bisa dikembangkan secara maksimal dalam rangka meraih keuntungan finansial secara maksimal.
b)     Melakukan analisis  tentang peluang output dari layanan pendidikan yang dapat terserap oleh dunia usaha atau industri, sehingga layanan pendidikan yang diberikan betul-betul mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Oleh karena proses layanan pendidikan yang tidak bernilai produktif (memberi nilai ekonomis) harus ditiadakan.

4.      Metode Cause-effect diagram (diagram sebab akibat)
Metode ini digunakan dalam perencanaan dengan menggunakan sikuen hipotetik untuk memperoleh gambaran tentang masa depan yang lebih baik. Metode ini sangat cocok untuk perencanaan yang bersifat strategic.
Menurut http://gadogadozaman.blogspot.com bahwa metode ini hampir sama dengan pendekatan strategik. Sebagai penyusun perencanaan pendidikan yang menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
a)      Melakukan analisis beragam problem atau beragam tantangan yang akan dihadapi oleh dunia pendidikan di masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan adanya analisis SWOT (Strength atau kekuatan, Weakness atau kelemahan, Opportunity atau kesempatan, and Threat atau ancaman) secara cermat pada semua aspek atau bidang-bidang pendidikan yang akan dikembangkan. Tujuan dilakukan analisis SWOT adalah untuk mengenali tingkat kesiapan setiap bidang pendidikan atau aspek kelembagaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan.
b)     Melakukan analisis tindakan atau langkah-langkah yang tepat, yang dapat dilaksanakan dalam menghadapi beragam tantangan atau problem yang muncul pada era yang akan datang.
5.      Metode Delphi
Menurut Nanang Fattah dalam https://mpiuika.wordpress.com bahwa metode Delphi bertujuan untuk menentukan sejumlah alternatif program. Mengeksplorasi asumsi-asumsi atau fakta yang melandasi “Judgments” tertentu dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu consensus. Biasanya metode ini dimulai dengan mengungkapkan suatu masalah yang bersifat umum untuk diidentifikasi menjadi masalah yang lebih spesifik. Partisipan dalam metode ini biasanya orang yang dianggap ahli dalam disiplin ilmu tertentu.
Sedangkan menurut Sudjana dalam https://mpiuika.wordpress.com (online), metode Delphi digunakan untuk menghimpun keputusan-keputusan tertulis yang diajukan oleh calon peserta didik atau para pakar yang tempat tinggalnya tersebar dan mereka tidak dapat berkumpul atau bertemu muka dalam menentukan keputusan iti. Metode ini pada dasarnya merupakan proses kegiatan kelompok dengan menggunakan jawaban-jawaban tertulis dari para calon peserta didik atau para pakar terhadap rancangan keputusan yang diajukan secara tertulis kepada mereka. Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan calon peserta didik atau pakar dalam membuat keputusan, sehingga keputusan itu lebih berbobot dan menjadi milik bersama.
6.      Metode heuristic (prosedur penelitian ilmiah)
Metode ini dirancang untuk mengeksplorasi isu-isu dan untuk mengakomodasi pandangan-pandangan yang bertentangan atau ketidakpastian. Metode ini didasarkan atas seperangkat prinsip dan prosedur yang mensistematiskan langkah-langkah dalam usaha pemecahan masalah.
7.      Metode life-cycle analysis (analisa siklus kehidupan)
Metode ini digunakan terutama untuk mengalokasikan sumber-sumber dengan memperhatikan siklus kehidupan menghenai produksi, proyek, program atau aktivitas. Dalam kaitan ini seringkali digunakan bahan-bahan komperatif dengan menganalogkan data, langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ini adalah:
a.    Fase Konseptualisasi;
b.   Fase Spesifikasi;
c.    Fase Pengembangan Prototype;
d.   Fase Pengujian dan Evaluasi;
e.    Fase Operasi;
f.    Fase Produksi.
Metode ini bisa dipergunakan dalam bidang pendidikan terutama dalam mengalokasikan sumber-sumber pendidikan dengan melihat kecenderungan-kecenderungan dari berbagai aspek yang dapat dipertimbangkan untuk merumuskan rencana dan program.
8.      Metode value added analysis (analisa nilai tambah)
Metode ini digunakan untuk mengukur keberhasilan peningkatan produksi atau pelayanan. Dengan demikian, kita dapat mendapatkan gambaran singkat tentang kontribusi dari aspek tertentu terhadap aspek lainnya.

Sementara itu, Husaini Usman dalam https://mpiuika.wordpress.com menambahkan metode lain dari delapan metode yang telah disebutkan di atas, yaitu:
a.      Metode proyeksi
Perencanaan pendidikan dengan menggunakan metode proyeksi inilah yang menghasilkan metode pemecahan penduduk lima tahunan, data persekolahan, proyeksi penduduk dan penduduk usia sekolah, proyeksi siswa, proyeksi ruang kelas, dan proyeksi kebutuhan guru. Dalam hal ini metode proyeksi dibagi menjadi:
1)      Angka Pertumbuhan Siswa
Angka pertumbuhan siswa (APn) adalah kenaikan siswa setiap tahunnya. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Text Box: APn = Sn-1 – Sn-2
Sn-2

APn = Angka pertumbuhan siswa tahun n
Sn-1 = Siswa tahun n-1
Sn-2 = Siswa tahun n-2
2)      Kohort Siswa
Kohort berasal dari Romawi yang berarti kelompok didalam ketentaraan. Kohort selanjutnya diterapkan dalam dunia pendudukan yang diartikan sebagai kelompok penduduk yang lahir pada suatu tahun yang sama (kelompok umur yang sama). Selanjutnya dibidang pendidikan juga menggunakan istilah kohort untuk kelompok siswa yang berada pada suatu tingkat yang sama pada tahun tertentu didalam suatu system pendidikan tertentu pula, misalnya kelompok siswa di kelas 1 Sekolah Dasar pada tahun 2011 di DKI Jakarta disebut kohort kelas 1 SD tahun 2011. (Matin, 2013: 134).
Kegunaan kohort adalah selain dapat membantu para perencana dan administrator pendidikan mengetahui persoalan penyelenggaraan dengan cepat dan mudah, data pada kohort juga dapat dijadikan bahan acuan dan informasi penting dalam melakukan pengendalian dan diagnosis system pendidikan untuk tujuan perencanaan pendidikan. (Matin, 1986: 135)
Kohort adalah suatu angkatan siswa yang masuk kelas 1 sampai tamat sekolah. Dengan kohort ini kita bisa melihat perkembangan jumlah siswa dari semenjak masuk kelas 1 hingga lulus ujian kelas terakhir.
3)      Arus Siswa
Metode proyeksi dengan arus siswa menggambarkan hasil proyeksi tiga arus siswa yaitu angka mengulang, angka naik kelas, dan angka putus sekolah dari setap angkatan atau tingkat.
b.      Metode Pemecahan Penduduk Usia Lima Tahunan Menjadi Tahunan
Metode ini diperlukan karena dalam dunia pendidikan proyeksi jenjang usia berbeda dengan yang disusun oleh BPS (Badan Pusat Statistik), data pada BPS menggunakan interval 0–4 tahun, 5–9 tahun, 10–14 tahun, 15–19 tahun, 20–24 tahun, dan seterusnya.
Sedangkan usia untuk perencanaan pendidikan  menggunakan interval 7–12 tahun (SD), 13–15 tahun (SMP), 16–18 tahun (SMA), dan 19–24 tahun (PT).
c.       Proyeksi Penduduk Dan Penduduk Usia Sekolah
Proyeksi ini dilakukan BPS dengan menggunakan dua pola, yaitu :
(1)   Metode komponen berdasarkan asumís kecenderungan fertilitas, mortalitas, dan perpindahan penduduk antarprovinsi
(2)   Angka pertumbuhan, angka pertumbuhan dapat dihitung minimal untuk dua tahun berurutan. Untuk menghitung angka pertumbuhan, maka diperlukan data penduduk minimal da tahun, semakin banyak data penduduk semakin telita proyeksi yang dihasilkan.
Hal yang sama juga dilakukan untuk menghitung proyeksi penduduk usia sekolah, sebagai kontrol, setelah proyeksi penduduk usia sekolah selesai dihitung selanjutnya perlu dibandingkan dengan jumlah penduduk seluruhnya, sehingga muncullah presentase usia penduduk terhadap penduduk seluruhnya, maka proyeksi yang dihasilkan akan semakin rasional.
d.      Proyeksi Kebutuhan Ruang Kelas
Dalam perencanaan pendidikan, kebutuhan tambahan Ruang Kelas Baru (RKB) dan Unit Sekolah Baru (USB) sangat diperlukan, terutama dalam rangka perluasan kesempatan belajar. Metode perhitungan dapat dilakukan dengan pendekatan makro dan mikro. Keuntungan pendekatan makro adalah lebih mudah dilaksanakan karena hanya membutuhkan waktu singkat dan data lebih mudah didapat, sedangkan kelemahannya adalah hasil perhitungan yang didapat bersifat umum dan kasar karena daerahnya cukup luas.
Sedangkan keuntungan menggunakan pendekatan mikro adalah hasil yang diperoleh lebih mendekati kebutuhan nyata, karena memperhatikan berbagai variabel seperti pencapaian, pemukiman, demografis, ekonomi, dan variabel nonkependidikan lainnya yang relevan. Kelemahannya adalah memerlukan waktu lama, koordinasi yang rumit, memerlukan ketrampilan khusus dan membutuhkan biaya besar. Akan tetapi manfaat dari proyeksi ini hádala alokasi kebutuhan ruang kelas yang tepat dengan keperluan daerah dan cocok dengan kebutuhan nyata sekolah.
Data yang diperlukan untuk menghitung gedung dan ruang kelas baru antara lain:
(1)   Jumlah kelas dan ruang kelas milik.
(2)   Proyeksi jumlah siswa sesuai dengan tahun yang akan dihitung.
(3)   Jumlah sekolah yang sedang dibangun dalam bentuk ruang kelas.
(4)   Jumlah sekolah minimal tiga tahun berurutan.
(5)   Jumlah siswa tiga tahun berurutan.
Dengan menggunakan angka tersebut, dapat dihitung angka parameter yang diperlukan untuk menghitung kebutuhan rung kelas. Angka parameter terdiri dari rasio siswa per kelas, rasio kelas per ruang kelas milik, rasio siswa per sekolah, pertambahan jumlah sekolah, dan penambahan jumlah siswa. Adapun cara menghitung kebutuhan gedung dan tambahan ruang kelas dilakukan dua tahap, yaitu:
(1)   Menghitung jumlah ruang kelas seluruhnya yang diperlukan, baik yang akan dialokasikan dalam bentuk gedung dengan 6 ruang kelas, 9 ruang kelas, atau 12 ruang kelas, maupun yang akan dibangn sebagai tambahan ruang kelas;
(2)   Hasil perhitungan tahap pertama kemudian dirinci menjadi tambahan kebutuhan gedung dan ruang kelas;
(3)   Perhitungan tahap pertama yaitu kebutuhan jumlah ruang seluruhnya dapat digunankan dengan rumus:
BRKt = PSt / (S/K)t x (K/RK)t – (RKLt-1 + RKSt-1)
Keterangan:
BRKt               = jumlah kebutuhan ruang kelas seluruhnya pada tahun t
PSt                   = proyeksi jumlah siswa pada tahun t
(S/K)t              = rasio siswa per kelas tahun t
(K/RK)t           = rasio kelas per ruang kelas tahun t
RKLt-1            = jumlah ruang kelas lama yang sudah ada
RKSt-1            = jumlah ruang kls yang sedang dibangun / belum digunakan
e.       Proyeksi Kebutuhan Guru
Metode ini akan menghitung kebutuhan guru pada tap jenjang pendidikan, kebutuhan guru SD ada lima jenis, yaitu kepala sekolah, guru kelas, guru penjas, guru agama, dan guru bimbingan penyuluhan. Untuk jenjang SMP ada empat jemis kebuthan guru yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru bidang studi, dan guru BP. Kebutuhan guru SMA/SMK juga ada empat jenis, yaitu kepala sekolah, empat wakil kepala sekolah, guru bidang studi/praktik, dan guru BP.
Untuk menghitung jumlah kebutuhan kepala sekolah sama dengan jumlah sekolahnya, sedangkan untuk menghitung jumlah wakil kepala sekolah SD juga sama dengan jumlah sekolahnya. Akan tetapi, untuk menghitung jumlah wakil kepala sekolah SMA/ SMK ada dua cara perhitungan, yaitu :

Sama dengan jumlah sekolahnya dikalikan 4
Jika jumlah kelas 27, siswa 1.080, diperlukan 4 wakil kepala sekolah;
Jika jumlah kelas 18, siswa 720, diperlukan 3 wakil kepala sekolah;
Jika jumlah kelas 9, siswa 360, diperlukan 2 wakil kepala sekolah;
Kebutuhan guru kelas untuk SD sama dengan jumlah kelas, tetapi jika guru kelas I merangkap guru kelas II, maka dapat dihitung dengan rumus :
KGK = JKt – JKIIt – JG
Keterangan :
KGK   = kebutuha guru kelas
JKt       = jumlah kelas pada tahun t
JKIIt    = jumlah kelas II pada tahun t
JG        = jumlah guru seluruhnya
Kebutuhan guru penjaskes dan guru agama pada jenjang SD sama dengan jumlah sekolah, sedangkan untuk guru BP digunakan rumus :
KGBPt = JSt / 150
Kebutuhan guru bidang studi untuk SMP dapat dihitung dengan rumus:
KGBSat = (JKt x JBa) / 24

Keterangan :
KGBSat = kebutuhan guru bidang studi a pada tahun t
JKt       = jumlah kelas tahun t
Jba       = jumlah jam belajar bidang studi a sesuai kurikulum
24        = jam mengajar bidang studi sesuai kurikulum
Untuk guru bidang studi tertentu, misalnya Bahasa Indonesia adalah jumlah kelas dikali jam belajar Bahasa Indonesia yaitu 6, dibagi beban mengajar guru yaitu 24.
Alternatif lain untuk menghitung guru bidang studi SMP dapat menggunakan rumus:
KBnSMP = Kn x 42
24
Keterangan:
KBn     = kebutuhan guru SMP/MTs seluruhnya tahun n
Kn       = proyeksi jumlah kelas tahun n
42        = jumlah jam seluruh mata pelajaran sesuai kurikulum 1994
24        = jumlah jam belajar guru per minggu

Kebutuhan guru bidang studi untuk jenjang SMA dapat dihitung dengan rumus :
KGBSat = (JKIt x JBIa) + (JKIIt x JBIIa) + (JKIIIt x JBIIIa)
24
Keterangan:
KGBSat = kebutuhan guru bidang studi a pada tahun t
JKIt     = jumlah kelas tingkat I pada tahun t
JKIIt    = jumlah kelas tingkat II tahun t
JKIIIt   = jumlah kelas tingkat III tahun t
JBIa     = jumlah jam belajar tingkat I bidang studi a
24        = jam mengajar guru per minggu
Metode perencanaan proyeksi juga dapat digunakan untuk menghitung hal-hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan yang lain, misalnya;
1. Prediksi Rasio siswa per guru dapat dihitung dengan rumus:
RS/G =  Jumlah siswa pada jenjang pendidikan tertentu
Semakin tinggi rasio berarti semakin banyak siswa yang dilayani guru atau jumlah guru semakin kurang
2. Rasio siswa per kelas dapat dihitung denga rumus:
RS/K   = Jumlah siswa pada jenjang penddikan tertentu
Jumlah kelas pada jenjang pendidikan tertentu
Semakin tinggi rasio berarti semakin padat siswa di kelas atau semakin kekurangan jumlah kelas
3. Rasio kelas per guru dapat dihitung dengan rumus :
RK/G   = Jumlah kelas pada jenjang pendidikan tertentu
Jumlah guru pada jenjang pendidikan tertentu
Semakin tinggi rasio berarti semakin kurang guru dibandingkan jumlah kelas.
4. Angka Partisipasi Kasar (APK) dapat dihitung dengan rumus :
APK = Jumlah siswa pada jenjang pendidikan tertentu x 100%
Jumlah penduduk kelompok usia tertentu
Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang sekolah di jenjang pendidikan tertentu.
5. Angka Partisipasi Murni (APM) dapat dihitung dengan rumus :
APM = Jumlah siswa kelompok usia sekkolah jenjang tertentu x 100%
Jumlah penduduk usia tertentu
Semakin tinggi APM berarti semakin banyak usia sekolah yang sekolah di suatu daerah tertentu.
6. Angka transisi dari semua jenjang baik jalur sekolah maupun luar sekolah dapat dihitung dengan rumus:
PAT = Jumlah sekolah jenjang pendidikan tertentu
Jumlah sekolah jenjang yang lebih tinggi
Semakin tinggi nilai angka transisi semakin besar kesenjangan antara sekolah tertentu dengan jenjang sekolah yang lebih tinggi.
7. Jumlah lulusan SMA/SMK yang diterima di PTN/PTS dan jumlah mahasiswa baru yang diterima di PTN/PTS dapat dihitung dengan rumus:
Angka melanjutkan = Jumlah mahasiswa baru di jenjang PT tertentu tahun t  x 100 %
Jumlah lulusan SMA/SMK tahun t
Semakin tinggi nilai angkanya maka semakin baik, idealnya 100%.
8. Jumlah lulusan SMA/SMK yang diterima di dunia kerja dapat dihitung dengan rumus:
Jumlah lulusan SMA/SMK yang diterima kerja x 100 %
Jumlah lulusan seluruhnya
Semakin tinggi nilai hasilnya maka semaikin baik, ideal angkanya 100%.

G.    Masalah Perencanaan Pendidikan di Indonesia
Menurut Wikipedia.org bahwa masalah (bahasa Inggris: problem) adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan. Umumnya masalah disadari "ada" saat seorang individu menyadari keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan.
Masalah pun terjadi dalam proses perencanaan pendidikan, dan menjadi kendala tersendiri untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada beberapa masalah dalam perencananaan pendidikan yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu: (Mubtadiin, 2012 dalam . http://winirismayanti.blogspot.com/)
1.      Rendahnya Sarana Fisik
UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem  Pendidikan Nasional Pasal 45 ayat 1, bahwa “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.”
Tetapi pada kenyataannya banyak sekolah yang tidak memenuhi standar tersebut. Masih banyak sekolah yang memiliki bangunan yang tidak layak pakai ataupun meminjam bangunan dari pihak lain. Sekolah dengan akses jalan yang sulit terjangkau menyebabkan banyak masyarakat yang enggan untuk bersekolah.
Masalah sarana dan prasarana ini menyebabkan kendala tersendiri dalam perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan harus dengan matang mempertimbangan aspek ini, jangan sampai membuat suatu sistem pendidikan yang mempergunakan sarana dan prasarana yang hanya dimiliki oleh sekolah-sekolah dengan fasilitas bagus. Misalnya, pendidikan berbasis internet, bagaimana dengan anak-anak di daerah yang belum ada fasilitas internet. Oleh karena itu perencaan pendidikan akan terhambat jika ada faktor yang kurang mendukung. 
2.      Rendahnya Kualitas Guru
UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem  Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 42 ayat 1 dan 2, bahwa :
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
Namun ternyata kualitas tenaga pendidik di Indonesia tidak sejalan dengan UU di atas, hal ini terlihat dari  data Balitbang Depdiknas tahun 2010 dalam http://winirismayanti.blogspot.com/ (online) dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8 % yang berpendidikan diploma DII kependidikan ke atas, sekitar 680.000 guru SMP/MTs baru 38,8 % yang berpendidikan DIII kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah dari 337.503 guru baru 57,8 % yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi dari 181.544 dosen, baru 18,86 % yang berpendidikan S2 ke atas dan hanya 3,48 % berpendidikan S3. Menurut data Indonesia Berkibar sekitar 54 % guru di Indonesia tidak memiliki kualifikasi yang cukup.          
Guru adalah salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan pendidikan. Kualitas guru yang kurang memadai menjadi kendala tersendiri bagi kualitas pendidikan di Indonesia.
Dengan permasalahan ini, perencanaan pendidikan akan ada hambatan. Misalnya, sekolah bilingual atau SBI di Indonesia, masih kurang menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan lulusan luar negeri. Hal ini dikarenakan SDM guru yang masih belum mumpuni, yang belum bias menguasai bahasa inggris, sedangkan harus mengajar dalam bahasa inggris atau dua bahasa.
3.      Rendahnya Kesejahteraan Guru
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indoneisa pada pertengahan 2005 dalam http://winirismayanti.blogspot.com/), idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp3.000.000,00. Pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp1.500.000, guru bantu Rp460.000,00 dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp10.000,00 per jam. Dengan pendapatan seperti itu, maka banyak guru yang melakukan kerja sampingan., sehingga tidak optimal dalam mendidik anak di sekolah.
4.      Rendahnya Prestasi Siswa
Siswa adalah generasi penerus bangsa, artinya siswa yang dididik di sekolah diharapkan mampu menjadi generasi yang memajukan negara. Dengan perkembangan zaman menuju globalisasi, siswa Indonesia harus mampu bersaing dengan lulusan luar negeri. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran.Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda (Mubtadiin, 2012 dalam http://winirismayanti.blogspot.com/).
5.      Rendahnya Kesempatan Pemerataan Pendidikan
Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Indonesia adalah negara kepulauan yang luas. Keadaan geografis Indonesia yang demikian, menyebabkan rendahnya pemerataan pendidikan di Indonesia. Banyak daerah yang sulit terjangkau dan tidak ada akses jalan. Tidak meratanya pendidikan di Indonesia, menyebabkan adanya kesenjangan antara pendidikan di kota dan di daerah. Padahal berdasarkan Undang-Undang di atas, bahwa tiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapat pendidikan yang layak.
6.      Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Adanya ketidaksesuaian antara kualitas lulusan kita dengan kebutuhan tenaga kerja menyebabkan masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Data BAPPENAS (1996) dalam http://winirismayanti.blogspot.com/ (online) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri (Kasim, 2009 dalam http://winirismayanti.blogspot.com/) (online).
7.      Mahalnya Biaya Pendidikan
Adanya stratifikasi dalam pendidikan, menyebabkan masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah akan kesulitan mendapat fasilitas pendidikan yang layak. Sekarang ini banyak sekolah dengan pendidikan yang berkualitas dengan biaya yang mahal. Sedangkan pendidikan gratis yang disediakan pemerintah cenderung seadanya. Maka stratifikasi ini menyebabkan adanya pula kesenjangan kualitas pendidikan antara anak yang berekonomi berkecukupan dengan ekonomi rendah.
Masalah di atas adalah permasalahan yang secara global dapat menghambat proses perencanaan sistem pendidikan di Indonesia. Padahal, ada Undang-undang yang telah mengatur bagaimana standar aspek pendidikan.

H.    Analisis Keadaan Waktu Sekarang
            Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1983/1984: 13-14) bahwa analisis keadaan waktu sekarang harus mengikuti semua komponen yang menjadi titik pusat perencanaan. Komponen itu misalnya: mahasiswa, staff pengajar, sarana, prasarana, alat, kurikulum, tenaga non-edukatif, dan keuangan yang tersedia. Semua komponen ini ditinjau dari keadaan waktu sekarang. Kegiatan ini berbeda dengan kegiatan diagnosis. Diagnosis bertujuan mendapatkan data tentang kelemahan serta kekurangan dari program yang sudah ada. Sedangkan analisis keadaan waktu sekarang bertujuan untuk mengetahui keadaan apa adanya pada waktu sekarang, dan analisis keadaan sekarang dipakai sebagai tumpuan untuk mencapai tujuan berikutnya.
            Kegiatan analisis keadaan sekarang memerlukan pedoman yang terperinci sehingga data yang diperoleh memang benar-benar data yang diperlukan dalam perencanaan. Data ini dapat bersifat kualitatif, misalnya data tentang pendapat mahasiswa, dosen, pimpinan institusi. Maupun bersifat kuantitatif, seperti jumlah mahasiswa, jumlah alumni, jumlah dosen yang mempunyai golongan IVa keatas dan sebagainya. Data yang dipakai untuk mengadakan analisis keadaan sekarang dapat diperoleh dengan cara sederhana, seperti mendengarkan pendapat, keluhan, atau laporan perorangan tetapi dapat pula sangat kompleks dengan menggunakan perhitungan komputer. Pengumpulan data analisis dapat dilakukan dengan berbagai cara, meliputi:
2.   Interview
3.   Kuesioner
4.   Observasi
5.   Dokumen dan catatan lain, dan
6.   Tes

I.     Penyelesaian Masalah Perencanaan Pendidikan di Indonesia
Adanya masalah dalam pendidikan di Indonesia menyebabkan  kendala dalam perencanaan pendidikan di Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Sa’ud dan Makmun (2007) dalam http://winirismayanti.blogspot.com/) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu  kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan memprioritaskan kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan peserta didik yang dilayani oleh sistem tersebut (Usman, H. 2008 dalam http://winirismayanti.blogspot.com/) (online). Artinya dalam merencanakan sistem pendidikan nasional pun harus mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial, politik dan budaya. Sistem pendidikan di negara kita telah banyak mengalami perubahan, hal ini mungkin disebabkan karena perencanaan pendidikan yang tidak memahami aspek-aspek yang terkait didalamnya, sehingga sistem pendidikan nasional kita tidak mampu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia serta lulusan yang dihasilkan tidak relevan dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal tersebut menyebabkan sumber daya manusia (SDM) negara kita sulit bersaing dengan SDM asing.
Untuk mengatasi masalah perencanaan pendidikan tersebut, maka dibutuhkan problem solving (penyelesaian masalah) yang tepat. Berdasarkan Sumanto (2011) dalam http://winirismayanti.blogspot.com/) (online)., yaitu
(1)   Secara Sistemik
Adanya perombakan dalam sistem sosial yang berkaitan dengan pendidikan. Sistem pendidikan sangat berkaitan dengan ekonomi, dengan sistem ekonomi sekarang menyebabkan adanya stratifikasi dalam pendidikan. Maka harus menciptakan sistem yang menghilangkan adanya stratifikasi dalam pendidikan. Tidak ada lagi kesenjangan fasilitas pendidikan untuk masyarakat ekonomi kuat dan lemah.
(2)   Secara Teknis.
Solusi secara teknis adalah adanya perubahan dalam aspek kualitas sarana dan prasarana, kualitas guru dan kualitas siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Dengan problem solving atau penyelesaian masalah pendidikan, maka proses perencanaan pendidikan pun harus berfungsi dalam merancang sebuah sistem pendidikan yang layak dan tepat untuk masyarakat Indonesia.


DAFTAR RUJUKAN
Anwar, I. dkk. 1986. Sistem Informasi Manajemen dan Perencanaan Pembangunan Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983/1984. Perencanaan Pendidikan. Buku IIB Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi.
Fattah, N. 2013. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fatih. 2013. Definisi dan Pengertian Analisis Menurut Para Ahli, (Online), (http://fatih-io.biz/definisi_pengertian_analisis_menurut_para_ahli.html), diakses 15 Januari 2015.
Matin. 2013. Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Mawan, H., Ruswanda, I. & Mabrur, L. 2009. Model dan Metode Perencanaan Pendidikan Islam, (Online), (https://mpiuika.wordpress.com/2009/12/14/makalah-diskusi-perencanaan-pendidikan-islam-kelompok-4/), diakses 15 Januari 2015.
Nuwrileardkhiyari. 2013. Dasar-dasar Perencanaan, (Online), (http://nuwrileardkhiyari.blogdetik.com/2013/09/13/dasar-dasar-perencanaan/), diakses 15 Januari 2015.
Pidarta, M. 1988. Perencanaan Pendidikan Partisipatori Dengan Pendekatan Sistem. Jakarta: PPLP Tenaga Kependidikan.
Rismayanti, W. 2012. Masalah Perencanaan Pendidikan, (Online), (http://winirismayanti.blogspot.com/2012/12/masalah-perencanaan-pendidikan-di_15.html), diakses 15 Januari 2015.
Saefudin, A. 2013. Langkah-langkah Penyusunan Perencanaan Pendidikan, (Online), (https://ahmadsaefudinalghosyeh.wordpress.com/2013/04/08/langkah-langkah-penyusunan-perencanaan-pendidikan/), diakses 17 Januari 2015.
Shorif, M. 2013. Metode dan Model Perencanaan Pendidikan, (Online), (http://gadogadozaman.blogspot.com/2013/06/metode-dan-model-perencanaan-pendidikan.html), diakses 15 Januari 2015.
Tugas Kampus. 2012. Perencanaan Pendidikan, (Online), (http://tkampus.blogspot.com/2012/01/perencanaan-pendidikan.html), diakses 15 Januari 2015.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2014. Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Dasar 1945. Surabaya: Karya Ilmu.
Wikipedia. 2014. Analisis, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis), diakses 15 Januari 2015.
Wikipedia. 2013. Masalah, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Masalah), diakses 15 Januari 2015.





0 komentar

Silahkan mengeluarkan unek** yang baik,and jangan nyepam ya..!
Terimakasih udah mampir..!