FILSAFAT KUNO
A. Pandangan Filsafat Pra Sokrates
Filsafat
dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng-dongeng atau mite-mite yang
diterima dari agama, yang memberitahukan tentang asal mula segala sesuatu, baik
dunia maupun manusia. Akal manusia tidak puas dengan akal manusia tidak puas
dengan keterangan dongeng-dongeng atau mite-mite, karena tidak dapat dibuktikan
oleh akal. Kebenarannya hanya dapat diterima dengan iman atau kepercayaan. Para
filsuf yang pertama meragukan cerita mite-mite dan mulai mencari-cari dengan
akalnya dari mana asalnya alam semesta yang menakjubkan ini. Awal pergumulan
akal dengan mite itu terjadi pada kira-kira abad ke-6 SM. Para pemikir
filsafati yang pertama hidup di Miletos, kira-kira pada abad ke-6 SM. Bagaimana
persisnya ajaran mereka, sukar diterapkan. Sebab sebelum Plato tidak ada hasil
karya filsuf itu yang telah seutuhnya dibukukan. (Harun Hadiwijoyo, 1980:15)
Periode
Yunani Kuno diawali dengan adanya Sofisme, yaitu berasal dari kata sophos yang
berarti cerdik dan pandai. Sofisme bukan merupakan suatu aliran atau ajaran
tetapi lebih merupakan suatu gerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan
oleh pengaruh semakin besar minat orang terhadap filsafat. Sofisme mengalami
perkembangan tersendiri. Sebelum abad ka 5 istilah itu berarti sarjana,
cendekiawan. Namun pada abad ke 4 para sarjana atau cendekiawan bukan lagi
disebut sofis melainkan jilosofos, sedangkan sebutan sofis dikenakan kepada
para guru yang berkeliling dari kota ke kota lain untuk mengajar. Ahirnya sebutan
sofis menjadi suatu sebutan yang tidak harum lagi, karena seorang sofis adalah
orang yang menipu orang lain dengan memakai alasan-alasan yang tidak sah. Para
guru yang berkeliling itu dituduh sebagai orang-orang yang minta uang bagi
ajaran mereka. (Achmadi dalam Suparlan, 1975:46)
Dapat
dikatakan bahwa mereka adalah filsuf-filsuf alam, artinya: mereka adalah para
ahli pikir yang menjadikan alam yang luas yang penuh keselarasan ini menjadi
sasaran pemikiran mereka. Yang dimaksud dengan alam (fusis) adalah seluruh
kenyataan hidup dan kenyataan badaniah. Jadi perhatian mereka dicurahkan kepada
apa yang diamati. (Listiyono Santoso, 2007:19)
1. Thales
(625-545 SM)
Thales
merupakan satu dari tujuh orang bijak pada masa ini. Tidak banyak yang
diketahui tentang orang ini. Hanya dapat dikatakan bahwa dia adalah orang yang
meramalkan adanya gerhana matahari yang memang terjadi ±585 SM. Ia juga
merupakan penasehat raja waktu itu. (Listiyono Harun, 1980:16)
Thales
mengembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula, sifat
dasar, dan struktur komposisi alam semesta. Menurutnya, asas pertama yang
menjadi asal mula segala sesuatu adalah air. Barangkali pertemuannya didasarkan
atas kenyataannya, bahwa air dapat diamati dalam bentuknya yang bermacam-macam.
Air tampak sebagai benda halus (uap), sebagai benda cair (air), dan juga tampak
lebih keras (es). Sebagai ilmuwan dia mempelajari bidang ilmu lainnya seperti
astronomi, matematika, listrik dan magnit. Beliau juga mendapat julukan “Bapak
Penalaran Deduktif” karena ahli dalam bidang matematika. (Harun Hadiwijoyo,
1980:17)
2. Anaximandros
(610-540 SM)
Berbeda
dengan Thales, ia tidak mencari asas pertama segala sesuatu melalui
gejala-gejala alam. Dia berpikiran berbeda dengan Thales, dia beranggapan bahwa
tidak mungkin asas pertama adalah air. Sebab jika air merupakan asas pertama
segala sesuatu maka, air harus didapatkan wujudnya dimana-mana. Dan air juga
harus meresapi segala sesuatu termasuk api. Juga termasuk pada tanah yang
kering. Namun dia melihat bahwa kenyataannya air tidak ditemukan pada hal-hal
tersebut. Air merupakan hal yang terbatas. (Harun Hadiwijoyo, 1980:17)
Menurut
Anaximandros asas yang pertama adalah to apeiron (yang tak
terbatas). Asas pertama ini disebut demikian karena tidak memiliki sifat-sifat
benda yang dikenal manusia. (Harun Hadiwijoyo, 1980:17)
3. Herakleitos
(535-475 SM)
Pandangannya
sejenis dengan para filsafati terdahulu di Miletos. Menurutnya realitas ini
berupa gerakan, perubahan keadaan yang serba menjadi. Semuanya serba mengalir
(Pantar hei), dia dikenal sebagai “filsafat menjadi” (to become). Segala
sesuatu yang ada bergerak terus-menerus, bergerak secara pribadi. Segala
sesuatu berlalu dan tiada sesuatu yang tetap. Perubahan terjadi tiada hentinya
seluruh kenyataan adalah arus sungai. Orang tidak mungkin turun dua kali dalam
arus sungai yang sama, air sungai terus berlalu dan bergiliran berganti-ganti.
(Harun Hadiwijoyo, 1980:21)
Asumsi
Herakleitos bertentangan dengan Anaximandros, yang berpendapat bahwa perlawanan
atau pertentangan adalah hal yang tidak adil, yang tidak mewujudkan
keseimbangan. Oleh karena itu, hukum Anaximandros akan mengembalikan segala
pertentangan dalam keselarasan. Musim panas akan mengalahkan musim dingin dan
seterusnya.
Herakleitos
yakin dengan adanya asas pertama yang ditemukannya yaitu api. Segala sesuatu
yang keluar dari api dan akan kembali lagi ke api. Api disini merupakan lambang
perubahan.(Harun Hadi Wijoyo, 1980:22-23)
Pandangan
Herakelitos menjadi pedoman sebagai pengetahuan yang benar (kebenaran), dimana
panca indra menjadi ukuran. Jadi, apa yang ditangkap oleh panca indra itulah
yang konkret.(Suparlan, 2007:97)
4. Anaximenes
(538-480 SM )
Bagi
Anaximenes asas pertama segala sesuatu berasal adalah dari hawa atau udara,
manusia akan mati jika ia tidak dapat bernafas. Hawa atau udarah adalah hal
yang menyatukan manusia juga mempersatukan sesuatu pada alam sejagad raya ini.
Dia berpikiran bahwa udarah atau hawa yang melahirkan segala benda didalam
jagad raya ini. Hal ini mungkin disebabkan karena udarah dapat mengencer dan
memadat. Udarah yang memadat akan menimbulkan secara berturut-turut angin, air,
tanah dan batu. Sebaliknya karena udarah mengencer maka membentuk api.
Anasir-anasir itulah yang kemudian membentuk jagad raya. (Harun Hadiwijoyo,
1980:18)
5. Xenophanes
(570-480 SM)
Dilahirkan
di Kolofon Asia kecil. Beliau mencoba melihat kesatuan sebagai asas segala
kenyataan yang ada. untuk itu ia menolak kepada banyak ilahi. Yang ilahi itulah
satu-satunya yang ada, yang merangkumkan segala sesuatu. Ia tidak membedakan
dengan jelas antara pemikiran yang monoteitis dan yang politeitis. Sekalipun
demikian pengertian tentang “yang Ilahi” itu dikaitkan dengan pandangan etis
yang luhur. Ia menentang mereka yang menyamakan yang ilahi dengan manusia yang
baru lahir. Meskipun demikian ajarannya tidak dapat digolongkan dengan ajaran
yang monotheisme. (Harun Hadiwijoyo, 1980:21)
6. Phytagoras
(572-497 SM)
Merupakan
seorang tokoh yang dilahirkan di Samos, beliau mendirikan suatu tarekat
keagamaan. Ia tidak menulis apapun, sebab ajarannya diberikan secara lisan dan
bersifat rahasia. Baru kira-kira pada pertengahan abad ke-5 SM terdengar
pemberitaan tentang ajarannya. Ada dua hal yang besar sekali pengeruhnya,
yaitu: suatu ajaran rahasia dengan suatu kepercayaan, bahwa jiwa tidak dapat
mati, dan usaha mempelajari ilmu pasti.
Menurutnya
subtansi dari semua benda adalah bilangan, dan segala gejala alam merupakan
satu keseluruhan yang teratur, sesuatu yang harmonis seperti dalam musik.
Keharmonisan dapat tercapai dengan menggabungkan hal-hal yang berlawanan,
seperti ganjil-genap, baik-buruk, terang-gelap.
Demikianlah
pengetahuan tentang bilangan-bilangan itu memberi pengetahuan tentang
kenyataan. Pengetahuan yang demikian itu mewujudkan bagian penyucian tersebut
diatas. Jadi pemikiran dan perbuatan, atau pandangan dan tingkah laku saling
dikaitkan.(Listoyono Santoso, 2007:19)
7. Parmenides
(540-475 SM)
Pandangan
Parmenides justru sebaliknya dari pada pandangan Herakleitos. Jika Herakleitos
mengajarkan, bahwa hakekat segala kenyataan adalah perubahan, maka Parmenides
menentangnya dan mengemukakan, bahwa kenyatan bukanlah gerak dan perubahan,
melainkan keseluruhan yang bersatu, yang tidak bergerak, yang tidak berubah.
Pemikiran
Parmenides ini adalah suatu pandangan yang genial. Pikirannya dituntaskan
secara konsekuen. Baginya kenyataan adalah suatu kesatuan, tanpa pembedaan
antara segi yang rohani dan yang jasmani. Akibatnya, yang ada itu disamakan
dengan seesuatu yang bulat, yang tidak memerlukan tambahan, tetapi yang
mengambil ruang. Oleh karena itu ia mengatakan, bahwa tiada ruang kosong, sebab
seandainya ada ruang kosong, diluar yang ada masih ada sesuatu yang lain lagi
(Harun Hadiwijoyo, 1980:24)
Oleh sebab
itu, Parmenides mengidentifikasikan pengetahuan menjadi dua jenis, yaitu
pengetahuan semu dan pengetahuan sejati. Pengetahuan semu adalah seperti yang
diperoleh pancaindra, sedangkan pengetahuan sejati dicapai oleh kemampuan
akal-budi. Pengetahuan sejati inilah yang benar. karena pengetahuan budi
mempunyai sifat yang tetap dan umum-universal, maka realitas ini bukannya
menjadi, melainkan yang ada. Yang ada itu merupakan satu keutuhan, bukan
pluralitas yang dapat dibagi-bagi. Paham pemikiran Parmenides ini sungguh
bertentangan secara mutlak dengan paham Herakleitos. (Suparlan Suhartono,
2007:98)
8. Empedokles
(492-432 SM)
Dilahirkan
di Akragas, Sisilia. Hasil karyanya dituangkan dalam bentuk syair, yaitu:
tentang alam dan tentang suatu buah pikiran yang bersifat mistis-keagamaan.
Empedokles setuju dengan pendapat Parmenides, bahwa didalam alam semesta tidak
ada satupun yang dilahirkan sebagai hal yang baru dan dapat dibinasakan
sehingga tidak ada lagi. Dia juga berpendapat sama dengan Parmenides, bahwa
tidak ada ruang kosong. Akan tetapi ia menentang pendapat Parmenides, bahwa
kesaksian indra adalah palsu. Beliau menulis pemikirannya dalam bentuk sajak.
Bagian pertama bersifat filsafat alam, bagian kedua bersifat mistik-keagamaan.
Adanya
berbagai bentuk kenyataan sekedar merupakan akibat campuran dan perpisahan
empat jenis unsur (rizomata): air, udara, api dan tanah. Pengetahuan dapat
dipahami sebagai proses asimilasi dan pengetahuan ini tidak dimaksudkan sebagai
ajaran matrealistik. Dalam pembersihan jiwa kita dapat ajaran perpindahan jiwa,
yang bertautan dengan ajaran mengenai misteri-misteri Orpheus dan juga ajaran
Phytagoras. (Harun Hadiwijoyo, 1980:26)
9. Anaxagoras
(499-420 SM)
Anaxagoras
menolak ajaran Parmenides yang monistis. Menurut dia, kenyataan bukanlah satu,
sebab kenyataan terdiri dari banyak anasir, yang masing-masing memiliki
kualitas yang sama dengan kualitas “yang ada”, yaitu tidak dijadikan, tidak
berada diruang yang kosong. Seperti halnya dengan Empedokles, ia juga mengajarkan
teori tentang penggabungan dan pencairan. Menurutnya anasir tidak hanya ada
empat, seperti yang diajarkan Empedokles, melainkan tidak terhitung
bilangannya. Anasir-anasir itu tidak disebut rizomata (akar), tetapi spermata
(benih-benih) yang banyak tak terbilang itu keadaannya bermacam-macam juga.
Segala sesuatu yang tersusun dari benih-benih atau anasir-anasir ini. (Harun
Hadiwijoyo, 1980:28)
Anaxagoras
juga membedakan antara roh (nous) dengan benda. Akan tetapi uraiannya tentang
roh itu menampakkan, bahwa roh belum juga bebas dari segala kebendaan.
10. Demokritos
(460-370 SM)
Demokritos
mengajarkan bahwa kenyataan bukan hanya satu saja, tetapi terdiri dari beberapa
banyak unsur. Teori tentang bagian-bagian terkecil segala sesuatu seperti yang
diajarkan oleh Anaxagoras, dan diajarkan juga oleh Demokritos. Hanya saja
bagian-bagian terkecil tadi olehnya tidak disebut benih-benih (spermata),
melainkan atom (atomos), yang artinya tidak dapat dibagi lagi. Atom yang satu
tidak dibedakan dengan atom yang lain dalam kualitas. Semua atom adalah sama,
yang berbeda adalah bentuknya serta posisinya.
Menurutnya
juga bahwa manusia terdiri dari atom yaitu atom yang paling halus dan bundar,
yang tidak dapat mengait atom lain. Pengamatan terjadi karena benda-benda
menyinarkan gambar kecilnya (idola) yang terdiri dari atom-atom juga, yang
bentuknya sama dengan bendanya. Gambar-gambar itu masuk kedalam indra manusia,
disalurkan ke jiwa dan bersentuhan dengannya. Demikianlah pengamatan terjadi,
akan tetapi pengamatan inderawi ini menyesatkan. Hanya akallah yang memberi
pengetahuan yang benar.
Dengan
panjang Demokritos membicarakan etika. Untuk pertama kali manusia diperhatikan
oleh filsuf pra Sokrates. Etika Demokritos belum disusun secara sistematis.
Sebagai cita-cita yang tertinggi disebutnya euthumia, yaitu keadaan batin yang
sempurna. Agar supaya euthumia ini dapat tercapai orang perlu secara seimbang
menjangkau semua faktor dalam hidup, kesenangan dan kesusahan, kenikmatan dan
pantangan. (Harun Hadiwijoyo, 1980:31)
B. Filsafat Sokrates, plato dan Aristoteles
Bagaimanapun
juga harus diakui, bahwa timbulnya kaum sofis menampakkan bahwa di Yunani pada
masa itu ada krisis pemikiran. Orang telah jemu terhadap pemikiran-pemikiran
yang bermacam-macam itu, yang kebenaran diragukan, dasar ilmu pengetahuan
digoncangkan. Oleh karena itu dapat disangkal, bahwa memang ada pengaruh yang
negatif pada kebudayaan Yunani, seperti: merobohkan nilai-nilai tradisional
dibidang agama, merusak moral, dan menyalahgunakan kecakapan berpidato dimuka
umum.
Akan tetapi
harus juga diakui, bahwa masih ada segi-segi yang menguntungkan, yaitu:
menimbulkan revolusi secara intelektual. Sofisme juga menciptakan gaya baru,
yang mempengaruhi para ahli sejarah, para penulis drama dan yang lebih penting
lagi: oleh sofisme manusia ditempatkan pusat perhatian.
1) Sokrates
(469-399SM)
Tidak ada
orang yang tahu persis tentang kelahiran Sokrates. Yang jelas bahwa tahun
399 ia dijatuhi hukuman mati dengan harus minum racun. Sokrates berasal
dari keluarga kaya, yang kemudian menjadi miskin dan mendapat pendidikan yang
baik.
Sokrates
memberi pelajaran kepada rakyat. Sama halnya dengan kaum sofis ia mengarahkan
perhatiannya kepada manusia. Perbedaannya dengan para kaum sofis adalah: kaum
sofis memungut biaya bagi pengajarannya, berbeda dengan Sokrates dia tidak mau
memungut biaya bagi pengajarannya. Kecuali itu maksud dan tujuan
ajaran-ajarannya bukan untuk meyakinkan orang lain supaya mengikuti dia, tetapi
untuk mendorong supaya mengetahui dan menyadari sendiri, sebab ia yakin bahwa
ada kebenaran yang obyektif. (Harun Hadiwijoyo, 1980:35)
Sokrates
tidak meninggalkan tulisan apa-apa. Pengetahuan kita tentang dirinya kita
terima dari muridnya. Padahal murid Sokrates ada banyak sekali, dan tulisannya
juga bermacam-macam tentang dia. Pada umumnya pemberitaan yang dipandang
sebagai pemberitaan yang lebih dapat dipercaya adalah pemberitaan dari Plato
dan Aristoteles. (Suparlan Suhartono, 1975:54)
Cara
pengajaran Sokrates pada umumnya disebut dialektika, karena didalam pengajaran
itu dialog memegang peranan penting. Sebutan yang lain ialah maieutika, seni
kebidanan, karena dengan cara ini Sokrates bertindak seperti seorang bidan yang
menolong kelahiran bayi.
Dengan cara
yang demikian itu Sokrates menemukan suatu cara berpikir yang disebut dengan
induksi, yaitu: menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum yang sifatnya
berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal yang khusus.
Tidak jelas
pandangan Sokrates tentang negara, akan tetapi ia memberikan asas-asas etika
kenegaraan. Menurut dia, negara mempunyai tugas untuk mewujudkan kebahagiaan
warga negaranya, membuat jiwa mereka sebaik mungkin. Oleh karena itu penguasa
harus tahu “apa yang baik”. Didalam pemerintahan yang penting bukan demokrasi,
atau suara rakyat, tetapi keahlian yang khusus, yaitu pengenalan tentang “yang
baik”. Kekuatan pemikiran Sokrates ini bekerja terus didalam mashab-mashab
pengikutnya. Mazhab-mazhab itu bukan mewujudkan kesatuan-kesatuan yang tertutup
seperti yang terjadi pada mashab Phytagoras dan akademi Plato. Mashab-mashab
yang terkenal ialah mashab Kunis dari Antisthenes dan mashab Kurenis dari
Aristippos. (Harun Hadiwijoyo, 1980:38)
Antisthenes
mengajar setelah kematian Sokrates di gymnasium Kunosargos di Athena
(kunos=anjing). Ia menaruhkan perhatiannya kepada etika. Menurut dia, manusia
harus melepaskan diri dari segala sesuatu. Tidak ada satupun yang boleh
menjadikan dia senang atau susah.
Aristippos
dari Kirene mempunyai pandangan yang justru sebaliknya dari Antisthenes. Satu-satunya
tujuan perbuatan kita adalah kenikmatan (hedone). Sekalipun demikian tugas
orang bijak bukan untuk dikuasai oleh kenikmatan, melainkan untuk menguasainya.
Zaman
Sokrates adalah zaman yang penting sekali, sebab zaman ini mewujudkan zaman
penghubung, yang menghubungkan pemikiran pra Sokrates dan pemikiran Helenis.
Umpamanya, kebelakang Aristippos menggabungkan diri dengan Demokritos, sedang
kedepan ia menjadi pelopor aliran Epikuros. Kebelakang ajaran Antisthenes
menggabungkan diri dengan Herakleitos, sedangkan kemudian ajaran ini timbul
dalam bentuk yang lebih lunak, yaitu dalam aliran Stoa. (Harun Hadiwijoyo,
1980:38)
2) Plato
(427-347SM)
Plato
merupakan filsuf Yunani pertama yang banyak diketahui orang dengan
karya-karyanya yang utuh. Dilahirkan dari keluarga terkemuka, dari kalangan
politisi. Awalnya ia ingin menjadi sorang politikus namun, Sokrates memadamkan
ambisinya untuk menjadi seorang politikus.
Banyak
sekali karyanya yang masih utuh lengkap. Menurutnya tidak mungkin seandainya yang
satu mengucilkan yang lain, artinya bahwa: mengakui yang satu, harus menolak
yang lain. Juga tidak mungkin, bahwa kedua-duanya berdiri sendiri, yang satu
lepas dari pada yang lain. Plato ingin mempertahankan keduanya, memberi hak
berada bagi keduanya.
Pemikiran
tentang Tuhan, Plato meyatakan bahwa terdapat beberapa hal bagi manusia yang
tidak pantas apabila tidak mengetahuinya. Beberapa hal tersebut yaitu, manusia
mempunyai Tuhan sebagai penciptanya, Tuhan mengetahui segala sesuatu yang
diperbuat manusia, Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada
ayat, tidak ada anak dan lain-lain, Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari
tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai peraturan. (Santoso Listiyono,
2007:56)
Plato
berhasil menjembatani pertentangan yang ada antara Herakleitos yang menyangkal
pada perhentian, dan Parmenides yang menyangkal tiap gerak dan perubahan. Yang
tetap, yang tidak berubah, yang kekal itu oleh Plato disebut “idea”.
Perbedaan
antara Sokrates dan Plato adalah Sokrates, mengusahakan adanya definisi tentang
hal yang bersifat umum guna menentukan hakekat atau esensi segala sesuatu,
karena ia tidak puas dengan mengetahui hanya tindakan-tindakan atau
perbuatan-perbuatan satu per satu saja. Plato meneruskan usaha itu secara lebih
maju lagi dengan mengemukakan, bahwa hakekat atau esensi segala sesuatu bukan
hanya sebutan saja, tetapi memiliki kenyataan, yang lepas daripada sesuatu yang
berada secara kongkrit.
Ada dua
macam dunia menurutnya: 1) dunia ini yang serba berubah dan serba jamak, dimana
tidak ada hal yang sempurna, dunia yang diamati dengan indera yang bersifat
inderawi dan dunia idea dimana tidak ada perubahan, tidak ada kejamakan (yang
baik hanya satu, yang adil hanya satu dan yang indah hanya satu saja).
Menurut
Plato, golongan-golongan didalam negara yang ideal harus terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
a. Golongan
yang tertinggi, yang terdiri dari pemerintah, yang oleh Plato disebut para
penjaga, yang sebaiknya terdiri dari para orang bijak atau filsuf, yang
mengetahui apa yang baik. Kebajikan orang ini adalah kebijaksanaan.
b. Golongan
pembantu, yaitu para prajurit, yang bertujuan menjamin keamanan, menjamin
ketaatan warga negara kepada pimpinan para penjaga. Kebajikan mereka adalah
keberanian.
c. Golongan
terendah yang terdiri dari rakyat biasa, para petani dan tukang serta para
pedagang yang harus menanggung hidup ekonomi negara. Kebajikan mereka adalah
pengendalian diri.
3) Aristoteles
(384-322SM)
Aristoteles
dilahirkan di Stageira, Yunani Utara yang merupakan anak seorang dokter pribadi
raja Makedonia. Hasil karyanya banyak sekali, akan tetapi sulit menyusun
karyanya itu secara sistematis. Berbeda-beda cara membagi-bagikannya. Ada yang
membaginya atas 8 bagian, yang mengenai: logika, filsafat alam, psikologi,
biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi, retorika dan poetika.
Ada juga
perkembangan pemikiran Aristoteles sebagai meliputi tiga tahap yaitu:
a. Tahap
akademi, ketika ia masih setia kepada gurunya, Plato termasuk ajaran Plato tentang
idea
b. Tahap
di Assos, ketika ia berbalik dari Plato, mengkritik ajaran Plato tentang
idea-idea serta menentukan filsafatnya sendiri
c. Tahap
ketiga ia di sekolahnya di Athena, waktu ia berbalik dari berspekulasi
kepenyelidikan empiris, mengindahkan yang kongkrit dan yang individual. Asal
pembagian ini tidak diterapkan secara konsekuen .
Logika
sebagai ajaran berpikir yang secara ilmiah, yang membicarakan hal bentuk-bentuk
pikiran itu sendiri (pengertian, pertimbangan, dan penalaran) dan hukum-hukum
yang menguasai pikiran itu, adalah ciptaan Aristoteles.
Bukan hanya
pengertian-pengertian yang dapat digabungkan yang satu dengan yang lain, tetapi
juga pertimbangan-pertimbangan dapat digabung-gabungkan sehingga menghasilkan
penyimpulan. Penyimpulan adalah satu penalaran, dengannya dari dua pertimbangan
dilahirkan pertimbangan ketiga, yang baru yang berbeda dengan kedua
pertimbangan yang mendahuluinya. Umpamanya:
a. Manusia
adalah fana
b. Gayus
adalah manusia
c. Jadi:
Gayus adalah Fana.
Pendapat
tentang negara, manurut Aristoteles negara akan damai apabila rakyatnya juga
damai. Negara yang paling baik adalah negara dengan system demokrasi moderat,
artinya sistem demokrasi yang berdasarkan Undang-undang Dasar.
C. Pandangan Filsafat Hellenisme
Hellenisme
juga berasal dari kata Hellenizei (yang berarti bahasa Yunani, dan juga
menjadikan Yunani) adalah roh kebudayaan Yunani, yang sepanjang roh dan
kebudayaan itu memberikan ciri-cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani
disekitar lautan tengah, mengadakan perubahan-perubahan dibidang kesusteraan,
agama, dan keadaan bangsa-bangsa itu.
1. Epikuros
Dilahirkan
di Samos dan mendapat pendidikan di Athena. Ada beberapa filsuf yang
mempengaruhi pikirannya, akan tetapi Demokritoslah yang paling besar
mempengaruhinya. Dia mengemukakan bahwa agar manusia bahagia dalam hidupnya,
terlebih dahulu harus memperoleh keterangan jiwa (ataraxia). Untuk mencapai
kebahagiaan manusia harus menghilangkan rasa ketakutan pada kemarahan dewa,
nasib, dan kematian.
2. Stoa
Didirikan
oleh Zeno dari Citium, di Siprus (336-264SM). Sejarah aliran ini meliputi tiga
tahap, yaitu: fisika, yang berfungsi sebagai lading beserta pohon-pohonannya,
logika yang berfungsi sebagai pagarnya, dan etika yang berfungsi sebagai
buah-buahannya. Mencapai kebahagiaan manusia harus harmoni terhadap dunia
(alam) dan harmoni dengan dirinya sendiri.
3. Skeptisisme
Merupakan
aliran Pyrrho dari Elis (360-270SM) yang berpangkal pikir dari realitivisme.
Orang yang bahagia adalah orang yang tidak pernah mengambil keputusan. Dengan
demikian, orang yang bijaksana adalah orang yang selalu ragu-ragu, dengan
ragu-ragu itu orang tidak akan pernah keliru.
4. Neoplantonisme
Tokohnya
adalah Plantonius dan Ammonius. Inti pemikirannya adalah mengharapkan agar
manusia tidak menekankan kedunawian sehingga cepat dapaat mencapai keindahan
dunia. Untuk mencapai keindahan, manusia memurnikan diriya agar dapat bersatu
dengan Tuhan. (Achmadi dalam Suparlan, 2007:47)
DAFTAR
RUJUKAN
Hadiwijoyo, Harun. 1980. Sari
Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.
Santoso, Listiyono.
2007. Epistimologi Kiri:Seri Pemikiran Tokoh. Yogyakarta: Ar-Ruz
Media.
Suhartono, Suparlan.
2007. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruz Media
……………………. 1975. Pengantar
Filsafat. Ujungpandang: Lephas.
Bertens, Kees. 1975. Ringkasan
Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Achmadi, Asmoro. 2005. Filsafat
Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hatta, Muhammad. 1952. Alam
Pikiran Yunani I, cetakan ke 4. Jakarta: __________
Jahja, Muchtar. 1956. Pokok-Pokok Filsafat Yunani. Jakarta:
Kanisius
0 komentar
Silahkan mengeluarkan unek** yang baik,and jangan nyepam ya..!
Terimakasih udah mampir..!